Wacana 5 Hari Belajar

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengusulkan hari Sabtu akan dijadikan hari libur sekolah. Pertimbangannya, agar anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Salah satu alas an beliau adalah jika para siswa memiliki dua hari libur, anak ada kesempatan rekreasi, wisata dan otomatis akan meningkatkan pergerakan wisatawan domestik serta waktu bersama keluarga menjadi bertambah

Terkait wacana itu, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI mendukung wacana sekolah lima hari. Namun semuanya diserahkan kepada pihak sekolah yang memiliki otonomi. Pasalnya, ada sekolah yang merasa waktu lima hari tidak cukup. Untuk itu, Unifah mengharapkan, pemerintah tidak memaksakan. “Sekolah harus diberi kebebasan,” kata dia.

Unifah mengatakan, dampak Sabtu libur akan terjadi perpanjangan waktu sekolah atau yang dikenal dengan full day school (FDS). Namun penerapan FDS harus memiliki formula yang tepat seperti ditekankan pada pendidikan karakter. “Lamanya waktu sekolah siswa harus untuk pengembangan bakat dan minat. Saya melihat di Korea bisa digunakan untuk remedial. Namun tidak langsung dijalankan setelah jam sekolah. Anak diberi jeda setelah itu remedial. Maka anak sampai rumah tidak dibebankan lagi dengan tugas-tugas sekolah,” jelas dia.

Sampai saat ini sebagian sekolah masih memberlakukan hari efektif sekolah selama 6 hari, dimulai hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Bagaimana jika hari efektif sekolah diakhiri pada hari Jum’at? Dengan demikian hari efektif kegiatan belajar di sekolah adalah lima hari saja. Apakah para pendidik menyabutnya dengan gembira? Bagaimana reaksi peserta didik jika hal tersebut benar-benar dilaksanakan?

Kebijakan 5 hari belajar itu tidak harus dipaksakan untuk semua sekolah. Sekolah yang sudah siap silahkan melaksanakan tetapi yang belum siap jangan dipaksakan karena kondisi anak berbeda-beda. Anak-anak di kota yang waktu pertemuan dengan kedua orang tuanya terbatas akan memiliki kesempatan bertemu lebih banyak jika lima hari belajar di sekolah dan sabtu minggu bersama kedua orang tuanya. Dalam pembentukan sikap, kepribadian dan karakter anak, kedekatan hubungan, kasih sayang, bimbingan dan pendidikan yang baik dari orang tua tidak kalah pentingnya dengan pendidikan anak di sekolah. Tetapi apakah semua orang tua memiliki kepedulian yang baik terhadap kebutuhan pendidikan anak.

Harus kita akui, banyak orang tua yang hanya menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, setelah itu di rumah anak-anak bebas, tidak memperoleh bimbingan dan pengawasan yang dibutuhkan dalam pendidikan. Karena itu gagasan adanya Direktorat Orang tua agar dapat memberikan pendidikan lebih baik kepada anak-anak. Ia meyakini bahwa peran orang tua, keluarga dan masyarakat terhadap suksesnya pendidikan anak sangat besar.

Pro dan Kontra                                         

Ada pendapat pemberlakuan 5 hari belajar tidaklah hal yang berlebihan dan juga tidak melanggar aturan, karena Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum se­kolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam se­minggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar.

Beban Kerja Guru

Lalu, bagaimana dengan beban kerja guru? Undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat (2) tentang guru dan dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 pasal 52 ayat (2) tentang guru, bahwa beban kerja guru tidak ditetapkan menurut hari, melainkan menurut jumlah jam mengajar tatap muka, yaitu sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan se­banyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu. Karena itu, sepanjang guru bisa memenuhi beban kerjanya, maka sekolah 5 hari se­minggu tidak melanggar atu­ran beban kerja guru.

Bagimana Sekolah Menyiasati?

Jika hari sabtu untuk kegiatan weekend anak-anak bersama orang tua atau keluarga, perlu dipertimbangkan, kondisi dan kebutuhan anak dalam lingkungan masyarakat berbeda-beda. Bagi sebagian orang tua mungkin merasa bahagia karena banyak waktu bisa dimanfaatkan untuk weekend bersama anak-anak. Tetapi bagi sebagian yang lain muncul kekhawatiran jika hari sabtu diliburkan atau tidak ada kegiatan anak-anak di sekolah. Kekhawatiran itu, misalnya sebagian peserta didik justru mengisi kegiatan dengan berkeluyuran ke pasar, ke pusat perbelanjaan atau pusat keramaian, ke warnet, ke tempat permainan, ke tempat rekreasi dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi berbagai tindakan negative yang tidak diinginkan, sebaiknya hari Sabtu digunakan untuk kegiatan ektrakurikuler, Pembekalan Vocational dan tambahan pelajaran khususnya untuk kelas paling tinggi (kelas VI, IX, dan VII)

 (disarikan dari beberap sumber)