Romo Emanuel Wahyu Widodo Pr. Pada hari Kamis, 1 Agustus 2019 memimpin misa syukur perayaan 67 tahun SMPK Santa Maria II Malang. Secara khusus pada hari itu semua warga sekolah fokus pada puncak acara ulang tahun yang ke-67 tahun sekolah yang dikenal dengan panggilan SMP Panderman. Para siswa hadir ke sekolah sesuai dengan jadwal yakni 6.45 WIB. Mereka langsung berkumpul di kelas para wali kelas untuk mempersiapkan misa syukur yakni dengan absensi, mengumpulkan kolekte/persembahan, dan melepas sepatu.
Setelah dari ruang para wali kelas mereka segera berbaris sesuai dengan urutan untuk mengikuti misa. Sekitar pukul 07.35WIB misa dimulai dengan perarakan baris terdepan empat siswa pengantar dengan menarikan alunan musik daerah Kalimantan disusul dengan misdinar dan yang terakhir Romo Emil sebagai pemimpin misa. Musi dan tarian kKalimantan semakin meningkatkan kekhidmatan perarakan petugas liturgi pada misa tersebut.
Pada khotbahnya romo paroki Ijen menegaskan bahwa kita semua diajak untuk selalu memperjuangkan kelembutan dan cinta kasih sesuai dengan perayaan gereja hari Kamis yakni pesta wajib St. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja. Melalui perumpamaan dalam Injil hari ini , kita mendapat jawaban atas pertanyaan diatas, yaitu bahwa Gereja selalu membuka diri bagi siapapun.
Seperti halnya pukat yang menangkap apapun yang ada dilaut, demikianlah Gereja tidak pilih pilih dan diskriminatif. Ia menampung yang saleh dan berdosa , yang aktif dalam hidup menggereja dan yang malas ke gereja. Dapat dibayangkan , jika kita berpikir bahwa hanya orang baik saja yang boleh ada dalam Gereja, barangkali kita tidak akan pernah mengenal St. Agustinus, St. Ignasius dari Loyola atau St. Maria Magdalena karena kita tahu bahwa mereka tidak menjadi “ santo” sejak lahir. Mereka adalah orang orang yang tidak baik dimasa muda namun kemurahan hati Tuhan telah mengubah hidup mereka.
Oleh karena itu , perumpamaan hari ini lebih tepat jika tidak dipandang sebagai sebuah penghiburan bagi kita yang mengharapkan keadilan Tuhan atau sebuah pewartaan yang menakutkan tentang api neraka bagi para pendosa, melainkan lebih sebagai pewartaan tentang belas kasih Tuhan kepada kita. Dalam bacaan pertama (Yer 18:1-6), Nabi Yeremia memberi kiasan indah, Tuhan laksana tukang periuk, Pada waktu itu , jika tukang periuk membuat bejana dan kemudian rusak, maka ia akan membuat bejana yang lebih baik lagi. Demikian pula Tuhan akan melakukan hal yang sama kepada ciptaan –Nya yang sengaja atau tidak menjadi “rusak”.
Pada akhir misa sebelum berkat sekali lagi Romo Emil mengajak dan mengingatkan kembali janganlah makna usia 67 tahun hanya sebagai makna hitungan tetapi romo mengajak agar khususnya para siswa untuk terus berpacu meraih prestasi terbaik khususnya bagaimana pengembangan karakter menjadi tujuan utama dalam sebuah proses pendidikan.
Selesai misa syukur para siswa mendapatkan makan chiken crush. Secara tertib para pengurus kelas mengambil sesuai dengan jumlah teman kelasnya, demikian juga saat mereka makan. Selesai makan bersama dilanjutkan beberapa tampilan panggung diantaranya, dance, baca puisi, dan band. Acara berjalan penuh dengan lancar. Pukul 10.50 WIB Ibu Deka selaku pembawa acara mempersilakan Sr. Dorothea, SPM untuk menutup acara dengan doa penutup.
“Semoga dengan usia yang semakin matang SMPK Santa Maria II mampu menorehkan tinta emas prestasi khususnya peningkatan karakter para siswa yang harus dimiliki untuk menyongsong masa depan dan cita-cita mereka,” demikian harapan Bapak Fidelis Suhadi sambil meninggalkan tempat acara menuju ruang guru. Sungguh sebuah harapan yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak mulai dari siswa, guru/karyawan, para orang tua, dan stakeholder agar semua harapan itu bisa tercapai seiring zaman yang selalu mengikuti salah satu sekolah yang dikelola oleh suster-suster Santa Perawan Maria itu.