Julie Billiart hidup dalam periode sejarah tahun 1751-1816, dalam keadaan Revolusi Perancis. Ibu Julie Billiart dengan bantuan Pater Varin, SJ mendirikan Kongregasi Soeurs de Notre Dame (SND) dari Namen, Belgia di kota Amiens, Perancis Utara pada tanggal 2 Februari 1804. Kongregasi ini didirikan untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat di zaman itu.
Julie Billiart wafat pada tanggal 8 April 1816 dan digelari “Santa” pada tahun 1969 oleh Paus Paulus VI. Sepeninggal Julie Billiart, Mere St. Joseph Blin de Bourdon menjadi pemimpin kongregasi.
Pater Mathias Wolff, SJ adalah seorang imam Yesuit kelahiran Luxemburg. Ia telah mengenal Kongregasi SND dari Namen saat tinggal di Belgia. Pada tahun 1819, ia mengirim 7 aspiran Belanda ke Belgia, untuk menjalani pembinaan dan pendidikan dalam Kongregasi SND.
Tanggal pendirian ditetapkan pada 29 Juli 1822 di Muurhuizen, Amersfoort, dengan peraturan yang masih sangat sederhana. Kongregasi ini dinamai Soeurs de Notre Dame atau Zuster van Onze Lieve Vrouw, di Indonesia dikenal dengan nama Santa Perawan Maria.
Dipakai nama Santa Perawan Maria karena St. Julie Billiart dan P. Mathias Wolff memiliki devosi kuat pada Bunda Maria dan ingin para susternya menjadi gambaran Maria seutuhnya, tidak hanya satu atau dua keutamaannya. Kongregasi ini didirikan atas nama Lembaga Pendidikan Kristiani atau Pedagogie Chretienne.
Nama Pedagogie Chretienne dipakai untuk menghindari konflik politik dengan pihak pemerintahan yang kala itu memusuhi kaum biarawan. Kongregasi SPM terus berkembang dan membuka cabang di beberapa tempat. Namun, pada tahun 1831 Pater Mathias Wolff tidak diijinkan oleh Pimpinan Yesuit untuk terlibat dalam kepemimpinan SPM Amersfoort.
Kesulitan dan Salib
Situasi pemberontakan Belgia menimbulkan keresahan dan kerugian bagi kongregasi. Permasalahan di intern kongregasi juga menimbulkan ketegangan. Banyak calon dipulangkan dan sejak 2 Februari 1840 tidak ada suster yang memperpanjang kaul.
Pater Mathias Wolff mendengar krisis yang terjadi di Amersfoort. Setelah mendapat ijin dari Pimpinan SJ, ia kembali melibatkan diri dalam Kongregasi yang pernah didirikannya. Awalnya ia membantu menangani kesulitan di rumah-rumah cabang, yakni di Engelen, Nijmegen, dan Zevenbergen, yang tidak lagi menyatukan diri dengan Amersfoort. Mereka membentuk kongregasi sendiri bernama Yesus Maria Yosep (JMJ). Pada tanggal 1 Maret 1840 ditetapkan Engelen sebagai rumah induk mereka.
Keadaan terus memanas dan puncaknya, menjelang tahun 1840 hanya tinggal tiga suster yang bertahan. Mereka adalah Sr. Brigitta Hans, Sr. Berchmans Kisters, dan Sr. Agnes Kisters. Dengan berbagai upaya dan menjadikan Allah sebagai kekuatan hidup, mereka bertiga pergi ke Namen, Belgia untuk mecocokkan Konstitusi/Peraturan Sucinya dengan yang asli sekaligus memperbaharui semangatnya.
Pada tanggal 1 Februari 1841, Konstitusi yang sudah diperbaharui mendapat pengesahan oleh Gereja. Dengan ini Kongregasi SPM memperoleh kembali dasar yang kuat dan bangkit lagi dari keterpurukan. SPM mulai melebarkan karya ke negara-negara lain.
Pada tahun 1848, Keuskupan Jerman meminta para suster untuk membidani kelahiran sebuah kongregasi baru di Coesfeld. Tiga suster menanggapinya dengan membimbing dan meletakkan dasar semangat suster-suster SPM dalam diri para calon. Pada tahun 1855 didirikanlah Kongregasi SND Coesfeld, Jerman. Pada tahun 1934 mereka membuka cabang di Pekalongan, Indonesia.
Awal Misi di Indonesia
Pater Elias Wouters O.Carm melalui Pimpinan Ordo Karmel di Belanda meminta suster-suster SPM untuk berkarya di Indonesia, yaitu di Probolinggo dan stasi-stasi sekitarnya. 11 Oktober 1926 tujuh Suster SPM dari Amesfoort datang ke Indonesia sebagai pionir dan mulai berkarya di Probolinggo, Jawa Timur dipimpin oleh Moeder Oda Van Der Post. Tujuh suster pionir itu adalah: Moeder Oda v.d. Post, Sr, Arnolda, Suster Rosaria, Sr. Bernadetta, Sr. Agnesia, Sr. Emiliana, dan Sr. Vincenta.
(diambil dari https://www.komisikaryamisioner.org/2019/03/kongregasi-para-suster-santa-perawan.html)